MORFOLOGI BAHASA MADURA : Proses Afiksasi disertai Perubahan Fonem
Salam Niciser, kali ini saya ingin menjelaskan tentang
Proses Morfologi didalam bahasa Madura. Saya tekankan lagi bahwa saya
menggunakan ejaan hasil Sarasehan Tahun 1973. Menurut id.wikipedia.org
Morfologi secara harfiah adalah
pengetahuan tentang bentuk (morphos). Ada beberapa ilmu yang menggunakan
kata Morfologi yaitu :
-
Morfologi linguistik adalah suatu bidang linguistik yang mengkaji tentang pembentukan kata
atau morfem dalam suatu bahasa
-
Morfologi Biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk organisme, terutama hewan
dan tumbuhan yang mencakup bagian-bagiannya. Dan yang terakhir
-
Geo morfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
batuan dan bentuk luar bumi.
Pada
postingan ini, saya ingin menjelaskan tentang Morfologi (linguistik) Bahasa
Madura yang saya rangkum dari beberapa sumber, yang memungkinkan teman-teman
bisa paham dengan maksud dari penjelasan ini.
Proses Morfologi dalam Bahasa Madura
Dalam
Bahasa Madura proses Morfologi meliputi Afiksasi dan Reduplikasi.
Afiksasi
ialah proses pembentukan kata dengan jalan menambahkan imbuhan (afiks) pada
bentuk dasar yang fetdiri dari awalan, sisipan, dan akhiran. Sedangkan
Reduplikasi adalah proses pembentukan kata dengan cara mengulang dari bentuk
dasarnya. Baik sebagian maupun
keseluruhannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
Afiksasi dan Reduplikasi menurut M. Wiryoasmoro dalam
bukunya ”Paramasastra Madura” disebut oca’ oba’an (ucapan yang diubah)
yang artinya kalau diterjemahkan kedalam Basa Indonesia adalah kata yang sudah
diubah dari bentuk dasarnya karena telah diberi awalan, akhiran, sisipan atau
dirangkap (diulang).
Catatan : Sebelumnya perlu saya ungkapkan, bahwa karena
banyaknya kata dan lembar pada pembahasan ini (Bukunya banyak dan berbahasa Madura), maka hanya akan
dijelaskan poin satu saja yaitu Afiksasi yang disertai dengan perubahan fonem.
Dan untuk poin kedua yaitu Afiksasi yang tidak disertai dengan perubahan fonem,
saya masih belum merangkumnya. Dan akan saya post kembali setelah saya rangkum.
Juga dengan Reduplikasi dalam bahasa madura. Maafkanlah... :D (Emot
ngakak). Baik langsung saja...
Afiksasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Afiksasi yang disertai dengan perubahan fonem
2. Afiksasi yang tidak disertai dengan perubahan fonem.
Perubahan
fonem tersebut mengacu pada asimilasi dan penghilangan fonem, penambahan fonem,
perangkapan dan penghilangan fonem, perubahan fonem, penghilangan fonem. Sekali lagi, pada postingan kali ini saya akan
menjabarkan hanya Afiksasi yang disertai perubahan Fonem
1. AFIKSASI
YANG DISERTAI DENGAN PERUBAHAN FONEM
a. Asimilasi
dan penghilangan fonem
Menurut Wikipedia, Asimilasi
(linguistik) adalah sebuah fenomena dimana dua fonem yang berbeda dan letaknya
berdekatan menjadi sama.
Fonem adalah serapan dari
Bahasa Belanda yaitu Foneem sebuah istilah linguistic dalam sebuah bahasa yang
masih bisa menunjukkan perbedaan makna.
Awalan nasal (Ter-ater
Anuswara) dalam bujud fonologisnya dapat berupa : m-, n-, ng-, ny-, yang kalua
ditulis dalam carakan madura dibaca Ma nan ga nya
Apabila awalan nasal
ditambahkan pada bentuk dasar, maka awalan tersebut berasimilasi dengan
konsonan pada awal bentuk dasarnya, kemudian konsonan itu dihilangkan. Asimilasi
itu menghasilkan bunyi nasal yang hormoganik, yang artinya nasal yang mempunyai
articulator dan titik artikulasi yang sama dengan bunyi yang mengawali bentuk
dasar tersebut.
contoh :
·
Konsonan /m-/
mengganti konsonan /p/ dan /b/
Pako
(Paku) menjadi Mako (memaku)
Pekol
(pikul) menjadi Mekol (memikul)
Poji
(puji) menjadi Moji (memuji)
Pessen
(pesan) menjadi messen (memesan)
Bales (balas) menjadi Males (membalas)
Buwang (Buang) menjadi Mowang (membuang)
Belli
(beli) menjadi Melle (membeli)
·
Konsonan
/n-/ mengganti konsonan t, th, d, dh
Tero
(niru) menjadi Nero (meniru)
Toles (nulis) menjadi Noles (menulis)
Thokthok (ketuk) menjadi
nokthok (mengetuk)
Dulit
(colek) menjadi noli (mencolek)
Dhante’
(menanti) menjadi nante’ (menanti)
·
Konsonan
/ng-/ mengganti konsonan k, g, juga mengganti didepan semua vokal
Kale
(gali) menjadi Ngale
(menggali)
Kerem (kirim) menjadi
Ngerem (mengirim)
Gai’
(kait) menjadi Ngai’ (mengait, menjolok)
Giba (bawa) menjadi Ngeba (membawa)
Ajak (ajak)
menjadi Ngajak (mengajak)
Eret
(tarik) menjadi Ngeret (menarik)
Olok (panggil) menjadi Ngolok (memanggil)
Entas
(mengentas) menjadi Ngentas (Mengentas)
·
Konconan
/ny-/ mengganti konsonan s, c, j
Soro
(suruh) menjadi Nyoro (menyuruh)
Soso
(susu) menjadi Nyoso (menyusu)
Cecel (cicil) menjadi nyecel (mencicil)
Jai’
(jahit) menjadi nyai’ (menjahit)
Bentuk
kata seperti tersebut diatas dalam bahasa madura disebut Oca’ tanduk yang kalua
diartikan kebahasa indonesia yaitu kata yang mendapat awalan am, an, ang, any
atau perubahan m, n, ng, ny (konkonan nomor 8 bab oca’ tanduk)
b. Penambahan
Fonem
Pada penambahan fonem ini
terdapat beberapa penambahan konsonan dan juga tanda hamzah ( ‘ ) yaitu
·
Penambahan fonem Y
Pada penambahan fonem y hanya
terjadi pada kata-kata yang suku kata akhirnya terbuka dan bervokal e atau I
serta mendapat akhiran a, an, ana, agi
Contoh :
Mate + a menjadi
Mateya (akan mati)
Abali +
a menjadi abaliya (akan Kembali)
Pele + an menjadi
peleyan (pilihan)
Bagi + an menjadi
Bagiyan (bagian)
Mele +
ana menjadi Meleyana (akan memilih)
Egili +
ana menjadi egiliyana (akan dialiri)
Nyare +
agi menjadi Nyareyagi (mencarikan)
Moji +
agi menjadi Mojiyagi (memujikan)
·
Penambahan Fonem W
Penambahan fonem w terjadi
pada kata-kata yang suku akhirnya terbuka dan bervokal o dan u serta mendapat
akhiran a, an, ana, agi, e, dan en
Contoh :
Tao + a menjadi Taowa (akan tahu)
Nenggu + a menjadi Nengguwa
(akan melihat)
Soro + an menjadi Sorowan (suruhan)
Tabbu + an menjadi Tabbuwan
(Tabuwan gamelan)
Esapo + ana
menjadi Esapowana (akan disapu)
Nogu + ana menjadi Noguwana (akan menunggu)
Etoto + agi menjadi eototowagi (ditumbukkan)
Nodu + agi menjadi Noduwagi (menunjukkan)
Nyonto + e menjadi Nyontowe
(memberi contoh)
Nodu + e menjadi Noduwi (menunjuki)
Lesso
mendapat awalan ka dan akhiran en menjadi Kalessowen (kecapekan)
Biru
mendapat awalan ka dan akhiran en menjadi Kabiruwen (terlalu hijau)
Di Madura warna Biru identik
dengan warna hijau
·
Penambahan tanda Hamzah (‘)
Penambahan
fonem tanda Hamzah (‘) terjadi pada kata-kata yang suku akhirnya terbuka dan
bervokal a serta mendapat akhiran /-a/, /-an/, /-ana/, /-agi/. Contohnya :
Kata |
Mendapat imbuhan |
menjadi |
Terjemahan B. Indonesia |
Mera |
a |
Mera’a |
Akan menjadi merah |
Egiba |
a |
Egiba’a |
Akan dibawa |
Menta |
An |
Menta’an |
Sering meminta |
Eparaja |
an |
Eparaja’an |
Dijadikan lebih besar |
Epenta |
Ana |
Epenta’ana |
Akan diminta |
Egiba |
ana |
Egiba’ana |
Akan dibawakan |
Epaksa |
Agi |
Epaksa’agi |
Dipaksakan |
Agiba |
agi |
Agiba’agi |
Membawakan |
Penambahan fonem Hamzah
(‘) juga terjadi pada kata yang suku kata akhirnya terbuka dan bervokal e atau
I serta mendapat akhiran yang bervokal sama.
Contoh :
Kata |
Mendapat imbuhan |
menjadi |
Terjemahan B. Indonesia |
Sakse |
e |
Sakse’e |
Saksikan |
Tale |
e |
Tale’e |
Ikatlah |
Janji |
i |
Janji’i |
Janjikan |
belli |
i |
Belli’i |
Sering membeli |
Munculnya fonem yang
diberi tanda Hamzah terjadi pada pertemuan dua fonem vocal yang sama kecuali
pada awalan, sebagai contoh :
Ta + antor
(tabrak) ditulis Taantor, bukan ta’antor (tertabrak)
Ka + Angguy (Pakai)
ditulis kaangguy. Bukan Ka’angguy (untuk)
Sa + abidda (lamanya) ditulis
saabidda, bukan Sa’abidda (selama)
Pa + Alos (halus) ditulis Paalos, bukan Pa’alos
(haluskan)
E + enom (minum) ditulis eenom, bukan E’enom atau eyenom
(diminum)
Begitu juga dengan akhiran epon. Conotoh
:
Arte + epon ditulis
arteepon, bukan arte’epon (artinya)
Sakse + epon ditulis sakseepon, bukan sakse’epon
(saksinya)
Diantara awalan /e-/, atau /pe-/ dan kata yang dimulai
dengan vokal a, e, atau o tidak diberi tambahan fonem /y/ karena dalam hal
awalan berkecenderungan mengucapkan agak pelan, sehingga munculnya /y/ sering
tidak terjadi kurang jelas. Seumpama pada kata eajak(diajak), eenom (diminum),
eolok (dipanggil), eemban (digendong), peatoran (mukaddimah), peotang, dan
masih banyak lagi.
c. Perangkapan
dan Penghilangan Fonem
Konsonan selain
/n/ dan tanda hamzah (’) akan dirangkap jika mendapat akhiran /-na/, sedankan
konsonan/n/ pada akhiran itu otomatis dihilangkan.
Contohnya:
-
Koros
(kurus) mendapat imbuhan na berubah menjadi Korossa (kurusnya)
-
Samper(kain)
mendapat imbuhan na berubah menjadi samperra (kainnya)
-
Kapal
(kapal) mendapat imbuhan na berubah menjadi kapalla (kapalnya)
-
Kompor
(kompor) mendapat imbuhan na berubah menjadi komporra (kompornya)
-
Rojak
(rujak) mendapat imbuhan na berubah menjadi rojagga (rujaknya)
Contoh
yang tidak berubah apabila mendapat imbuhan /-na/ dan tanda Hamzah
-
Jaran
(kuda) mendapat imbuhan na menjadi jaranna
-
Jangka’
(kursi) mendapat tanda hamzah ( ’ ) menjadi jangka’na (kursinya)
Sudah
paham belom ni kawan-kawan?. Lanjut ya…
d. Perubahan
Fonem
1. Konsonan
tak bersuara menjadi bersuara
Konsonan tak bersuara (p, t,
k) pada akhir bentuk dasar akan berubah menjadi bersuara jika bentuk dasar itu
mendapatkan akhiran
Contoh :
/p/ Totop (tutup) mendapat
akhiran an menjadi totoban (tutupan)
/t/ Jilat (jilat) mendapat
akhiran e menjadi Jiladi (jilati)
/k/ Perak
(senang) mendapat akhiran a menjadi peraga (akan senang)
2. Akhiran
/-e/ menjadi /-i/
Contoh :
Orop
(tukar) mendapat akhiran e menjadi orobi (tukari)
Olok
(panggil) mendapat akhiran e menjadi ologi (panggili)
Arga (harga) mendapat imbuhan e menjadi argai (hargai)
3. Akhiran
/-e/ berubah menjadi /-ne/ apabila dilekatkan pada bentuk dasar tertentu yang
berakhir dengan huruf vocal
-
Pada kata dasar Penta (minta) mendapat akhiran
e dan dilekatkan dengan bentuk dasar ma, akan berubah menjadi mamentane(banyak
meminta) bukan mamentae
-
Pada kata dasar kobasa (kuasa) mendapat akhiran
e dan dilekatkan dengan bentuk dasar ngo, akan berubah menjadi Ngobasane
(menguasai) bukan Ngobasae
4. Fonem
/i/ berubah menjadi e apabila bentuk dasar mendapat awalan nasal
Contoh :
Giba (bawa) menjadi ngeba
(membawa)
Sikat
(sikat) menjadi Nyekat
(menyikat)
Didda’ (injak) menjadi nedda’
(menginjak)
5. Fonem
/u/ menjadi /o/
Contoh :
Dugga menjadi Nogga
(Menjangkau)
Jujju menjadi Nyojju ( Menusuk)
6. Fonem
/a/ halus menjadi /a/ tajem
Contoh :
Dhapa’ menjadi Napa’
(sampai)
Basso menjadi Masso
(membasuh)
e. Penghilangan
Fonem
Pada beberapa bentuk dasar
yang berawal atau berakhir dengan vocal, apabila mendapat awalan /ka-/. /sa-/,
/pa-/, atau akhiran /-an/, vocal pada akhiran tersebut dihilangkan.
Contoh :
Kata Dasar |
Mendapat
awalan ka, sa, pa, atau akhiran an |
menjadi |
Bahasa indonesia |
Angguy |
Ka |
kangguy |
Pakai |
Enga’ |
Ka |
Kenga’e |
Ingat |
Enneng |
Ka dan
akhiran an |
Kennengngan
|
Suatu tempat |
Atos |
sa |
Satos |
Seratus
|
Ebu |
Sa |
Sebu |
Seribu |
Anot |
Pa dan
an |
Panotan
|
Panutan
|
Enneng |
pa |
Panneng
|
Biarkan
|
tatengka |
An |
Tatengkan
|
Tetingkah
|
Tatenggu
|
An |
Tatenggun
|
Dilihat
|
Lema’ |
Pa |
Palema |
Dibagi lima |
Dhuwa’ |
Pa |
Padhuwa
|
Dibagi dua |
Baiklah teman, sekian dulu pembahasan proses morfologi
mengenai afiksasi yang disertai dengan perubahan fonem ini. Semoga pada postingan
selanjutnya saya bisa menjabarkan tentang afiksasi yang tidak disertai
perubahan fonem dan juga reduplikasi pada bahasa madura. Banyak kan... di Ms.
Word 8 halaman, 1600an kata. haha..salam.
Post a Comment for "MORFOLOGI BAHASA MADURA : Proses Afiksasi disertai Perubahan Fonem"
Berkomentarlah yang baik-baik.